tanjiro مهر ۲۷, ۱۴۰۲ 0 نظر

Rencana iklim baru Indonesia: Lambat tapi perubahan akan segera terjadi

Rencana iklim baru Indonesia: Lambat tapi perubahan akan segera terjadi

Rencana Iklim Indonesia yang terbaru, yang dirilis menjelang KTT Iklim COP 27 masih tetap mengikutsertakan batubara dan gagal menyesuaikan perjalanan negeri ini menuju tercapainya pembatasan kenaikan suhu bumi dibawah 1.5 derajat Celcius.

Namun, sebuah investasi asing yang besar – Just Energy Transition Partnership (JTEP) – yang diumumkan di KTT G20 di Bali bahwa Indonesia dinilai link sicbo online akan mempercepat transisi jika saja pemerintah menciptakan kebijakan-kebijakan yang tepat, serta target penjualan 15,1 juta kendaraaan listrik dan 18,1 juta tungku listrik untuk tahun 2030.

Dalam rencana iklim nasional yang dikenal sebagai Kontribusi Nasional yang Ditetapkan (enhanced nationally determined contribution /NDCs) yang diperbaharui, Indonesia hanya sedikit mengubah target gas rumah kaca sebelumnya yang dibuatnya menyusul ratifikasinya Perjanjian Paris tahun 2016.

Pada tahun 2030, negeri ini sudah akan mengurangi emisinya sebesar 31,9 persen dibandingkan dengan kalau segalanya berjalan seperti biasa. Ini sedikit lebih tinggi dari 29 persen yang dicantumkan dalam rencana tahun 2016.

Apabila Indonesia menerima dukungan finansial internasional yang mencukupi, negeri ini akan mampu menurunkan emisinya sebesar 43, 2 persen dibandingkan dengan 41 persen dalam versi sebelumnya.

NDC tidak memberikan detail mengenai penghentian bertahap pembangkit tenaga listrik berbahan bakar batubara (PLTU) seperti yang sudah dituntut para pegiat lingkungan selama bertahun-tahun.

Para pengkritik mengatakan bahwa rencana iklim baru ini ‘belum cukup efektif’.

Rencana iklim baru Indonesia

Menurut sebuah analisis oleh Climate Action Tracker (CAT), target penurunan emisi tanpa syarat Indonesia seharusnya 62 persen agar dapat mendukung pemenuhan target ambisius untuk menjaga kenaikan suhu bumi yang tidak melebihi 1,5 derajat Celcius seperti yang telah disetujui berbagai negara dalam Persetujuan Paris.

Namun, JETP diperkirakan akan memobilisasi dana publik maupun privat sebesar US$20 milyar dalam tiga sampai lima tahun, dan ini akan dapat mendorong Indonesia untuk mencapai target-target baru dan kebijakan-kebijakan yang akan dapat menurunkan emisi, terutama di bidang tenaga listrik.

JETP akan memungkinkan Indonesia untuk memajukan tanggal puncak emisi sektor kelistrikannya sekitar tujuh tahun menjadi ke 2030, dengan mengurangi emisi sebesar 300 megaton di tahun itu dan lebih dari 2.000 megaton di tahun 2060, dibandingkan dengan lintasannya saat ini. Target Net Zero Indonesia bisa maju sekitar 10 tahun menjadi 2050.

Indonesia juga akan mampu mempercepat penggunaan energi terbarukan, yang akan mengambil porsi paling tidak 34 persen dari tenaga listrik yang dihasilkannya di tahun 2030 sehingga menggandakan target pemasangan energi terbarukannya dalam dasawarsa ini dibandingkan dengan rencana yang ada saat ini.

Penanaman modal JTEP ini akan berjalan cepat. Sebuah pernyataan tertulis bersama Indonesia dan mitra internasionalnya mengatakan mereka akan mengembangkan “rencana penanaman modal komprehensif” dalam waktu enam bulan.

Andri Prasetiyo, program manager Trend Asia, mengatakan JETP akan dapat mendorong transisi energi Indonesia tetapi pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang konkrit “karena saat ini kita masih sangat bergantung kepada batubara.”

NDC Indonesia yang telah diperbaharui meningkatkan target penurunan emisi dari sektor energi menjadi 358 juta ton ekivalen CO2 (MTCO2e), dari target yang ditetapkan tahun 2021 sebesar 314 MTCO2e.

Pengurangan emisi yang lebih tinggi ini dikarenakan target yang lebih tinggi bagi penggunaan energi terbarukan: dari 7.4 GW di tahun 2016 menjadi 20.9 GW.

Rencana itu juga termasuk memasang panel surya di atap perumahan, bangunan komersial dan industri.

Namun, para pengamat melihat bahwa batubara tetap ada di mana-mana dalam dokumen tersebut, dan menyatakan pemerintah gagal menyelesaikan masalah-masalah mendesak di negara ini. Indonesia masih sangat bergantung pada batubara sebagai sumber energi utama dan juga merupakan salah satu eksportir terbesar di dunia.

Adila Isfandiari, juru kampanye Greenpeace Indonesia untuk iklim dan energi, mengatakan NDC yang terbaru masih tetap memperbolehkan pembakaran batubara untuk membangkitkan paling tidak 30 persen dari kebutuhan listrik Indonesia di tahun 2025 dan 25 persen tahun 2050.

Sementara itu Badan Ilmu Iklim PBB merekomendasikan semua negara untuk mengurangi penggunaan batubara dalam sektor pembangkit tenaga listrik sebesar 80 persen dari tingkat di tahun 2010 pada tahun 2030 dan sama sekali menghilangkannya pada tahun 2040 agar dapat memenuhi target 1,5 derajat Celcius.

پیام بگذارید